Kecewa Harus Bayar Cek Corona, Kisah Warga Merasa Dibodohi Pemerintah

Wabah corona atau Covid-19 membuat banyak orang takut dan ingin memeriksakan dirinya ke dokter, salah satunya BD.
Perempuan 32 tahun itu segera memeriksakan kondisi kesehatannya usai mengalami gejala-gejala yang diduga corona.
"Aku ngalamin gejala yang sama kaya yang disebut Emil (Ridwan Kamil) soal corona. Jadi aku inisiatif buat periksa corona," ujarnya pada Ayobandung.com--jaringan Suara.com, Senin (16/3/2020).
Usai menelepon salah satu rumah sakit di Bandung, BD memperoleh informasi bahwa pemeriksaan Covid-19 hanya bisa dilakukan di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS).
Mendapat kabar demikian, dia langsung berangkat ke RS milik Pemprov Jabar tersebut.
Sesampainya di IGD RSHS, sekira pukul 20.26 WIB, BD melihat begitu banyak pasien mengatre. Bahkan menurutnya, IGD RSHS sangat sesak dengan tumpukan orang dan terlihat kalut. Sampai-sampai ada perawat yang tidak memakai masker.
Di sana, pasien dikategorikan menjadi gawat dan tidak gawat. Meski demam dan merasa tidak enak badan, BD dimasukkan dalam kategori tidak gawat karena masih bisa berjalan sendiri.
Dia lalu diminta duduk di sebuah kasur dengan deretan pasien lain. Selang beberapa lama, dokter dari RSHS muncul. Usai menanyakan beberapa hal dan tanpa memberikan pemeriksaan medis, dokter menyatakan bahwa BD baik-baik saja, hanya flu biasa.
"Dokternya cuma nanya ada kontak enggak sama pasien positif corona? Dari luar negeri enggak? Aku jawab enggak. Udah itu dia bilang aku enggak kenapa-kenapa. Padahal aku sama sekali enggak ditensi, dicek suhu juga enggak," papar BD.
Dia menuturkan, dokter yang memeriksanya malah curhat dan mengatakan bahwa RSHS tidak mampu dan tidak memiliki alat untuk mengecek Covid-19. Menurut dokter tersebut, pemerintah hanya bicara siap menghadapi corona, tapi tidak memberikan fasilitas yang memadai untuk menghadapi virus tersebut.
Sang dokter mengatakan, teknologi untuk mengecek Covid-19 hanya dimiliki Puslitbang Pusat di Jakarta. Oleh karena itu, jika ingin mengecek Covid-19, RSHS harus mengambil sampel dan mengirimkannya ke Puslitbang Pusat.
Adapun pasien yang benar-benar akan diperiksa Covid-19 oleh RSHS adalah mereka yang kondisinya sudah parah, yakni sudah tidak bisa berjalan dan harus diangkut menggunakan ambulans.
Itu pun, RSHS tetap harus mengirimkan sampel ke Puslitbang Pusat dan menunggu hasilnya 2 sampai 5 hari kemudian.
Dari pernyataan dokter tersebut, BD merasa dibodohi oleh pemerintah yang selama ini menyatakan RSHS mampu menangani pasien corona. 
"Kalau di media kan pemerintah bilang cek corona itu gratis. Nyatanya semalem ada pasien yang harus bayar Rp 205.000 ditambah Rp 45.000. Mungkin yang dimaksud gratis itu yang kaya aku. Soalnya aku kan cuma ngobrol dan konsultasi doang sama dokter," ujar BD.
Tak puas dengan pelayanan RSHS, BD memutuskan pulang ke rumah dan memeriksakan diri ke rumah sakit lain keesokan harinya. Beruntung setelah diperiksa rumah sakit lain, BD memang dinyatakan hanya mengalami flu biasa. Namun, dia mengaku kecewa dan kapok untuk memeriksakan diri ke RSHS.
"Kalau nanti mau cek corona aku lebih baik pergi ke Jakarta, ke RSPAD Gatot Subroto. Katanya di sana beneran bisa meriksa corona walaupun harus bayar Rp 770.000," ucap BD.